• Home
  • About
  • Travelling
  • Review
  • Random
  • Contact
facebook twitter instagram pinterest Email

Felicia Latinka




Kamu mungkin pernah punya momen abu-abu. Momen yang saya juluki sebagai momen tidak jelas. Mirip seperti warna abu-abu. Tidak hitam tapi tidak juga putih.

Pernah disuatu waktu, setelah jalan-jalan bersama kawan. Tertawa bergembira, ngeshare di sosmed betapa bahagianya waktu yang kamu lewati. Setelah kamu kembali ke kamar dan berbaring. Kamu hanya diam menatap langit-langit kamar. Hp yang biasanya selalu kamu mainkan, kali ini sama sekali tidak kamu sentuh.

Tiba-tiba saja sebuah lagu sedih keluar dari mulutmu. Dengan nada sumbang tanpa band pengiring. Air matamu jatuh, yang dengan cepat kamu menghapusnya.

Mungkin kamu punya momen lainnya. Saat kamu selesai bekerja dan pulang. Kamu terduduk di sisi tempat tidur. Mungkin kamu diam-diam ingin mengundurkan diri dari tempat bekerja saat ini. Drama kantor yang mulai membuatmu jengah dan lelah. Betapa sisi terburuk seorang manusia tergambar jelas saat kamu ada di tempat kerja yang sama.

Niatmu yang terhambat karena mencari kerja susah dan beban tanggungan yang harus kamu bayar. Entah untuk orangtua, saudaramu, atau dirimu sendiri.

Atau kamu yang sekarang sedang mendengarkan musik dan memperhatikan kendaraan yang lewat. Setelah semua usaha demi usaha untuk membuktikan diri pada orangtua ternyata tidak membuahkan hasil. Pertengkaran dengan orangtua yang membuatmu harus angkat kaki dari rumah. Ternyata hal yang kamu pikir akan berhasil nyatanya hanya sebuah omong kosong ketika dihadapkan dengan realita.

Kamu, yang sudah berumur seperempat abad  namun masih belum kepikiran untuk menikah. Mendapati mantanmu kini sedang merencanakan pernikahan dengan pasangannya kini. Ternyata membuatmu sedikit iri. Mengapa dulu saat bersamaku dia tidak pernah kepikiran untuk menikah?

Terkadang hal bahagia yang sudah kamu lakukan bisa kapan saja berubah menjadi momen abu-abu. Yang membuatmu memilih lagu sedih dan mendengarkannya semalaman.

Momen abu-abu yang kadang takut kamu untuk ceritakan ke orang lain. Karena bila diceritakan mungkin akan membuatmu tampak bodoh.

Bagaimana harimu hari ini? Apakah  momen abu-abu datang menghampirimu hari ini?


Share
Tweet
Pin
Share
No comments


Puncak Jatiwangi Felicia Latinka

Matahari sudah mulai tampak saat saya menyebrangi jalan menuju sebuah tanah lapang di puncak Jatiwangi. Bubur kacang hijau yang saya tenteng di kresek berwarna putih, pada akhirnya hanya mampu saya habiskan setengah gelasnya saja. 

Bersama teman seperjalanan, saya duduk di kursi kayu yang sebelumnya di duduki oleh dua sejoli yang datang bersama namun tidak banyak mengobrol. Masing-masingnya hanya sibuk memainkan layar ponsel.

Dari sebelah kanan lapangan, terlihat sekumpulan pemuda yang sedang menyeduh kopi. Air panas yang di didihkan di atas kayu bakar dengan asap yang menyatu dengan udara sekitar. Beberapa pemuda duduk bercanda dengan teman sebayanya sambil merokok.

Saya mengeratkan jaket saat udara terasa dingin. Mengeraskan volume lagu Ward Thomas yang sedang saya dengarkan.

Pandangan saya teralih ke kursi sebelah yang jaraknya kurang lebih  dua meter  dari kursi yang sedang saya duduki saat ini. Sekumpulan remaja, yang bila saya terka mungkin kumpulan anak SMA. 

Salah satunya berjaket merah dan berkacamata sedang berdiri memandangi matahari yang sudah mulai terbit, sambil memasukan kedua tangannya dalam saku jaket. Salah seorang teman si jaket merah, berjeans hitam, lihai memainkan senar gitar.

Puncak Jatiwangi

Sebenarnya nama Puncak Jatiwangi, adalah sebuah nama baru yang baru pernah saya dengar. Jika sebelumnya, tempat wisata yang terkenal menawarkan pemandangan kota dari atas bukit adalah Dana Taraha, salah satu kompleks kuburan Sultan Bima. Kini Puncak Jatiwangi juga menawarkan hal yang sama.

Wisata Puncak Jatiwangi
Jalanan di Puncak Jatiwangi

Jarak dari pusat kota menuju Puncak Jatiwangi bisa ditempuh dengan perjalanan kurang lebih 5 hingga 10 menit. Dengan akses jalan yang teramat baik. Hanya perlu hati-hati saja di jalanan menanjak dan beberapa tikungan.

Saat hari minggu, biasanya banyak warga atau anak muda yang menikmati puncak dengan berjalan kaki, lari, atau sekedar duduk bersama. Semakin pagi, jalanan akan semakin ramai. Terkadang kamu akan melihat kuda yang dituntun oleh seorang atau dua orang pemuda, ikut meramaikan suasana pagi Puncak Jatiwangi.

Pemandangan Dua Sisi

Jika dari sisi kanan jalan, kamu akan bertemu tanah lapang yang di antaranya terdapat kursi kapenta. Menjadi pilihan saya saat ini untuk menikmati matahari terbit.

Sebelum memasuki lapangan, kamu akan melihat stand Senja Kopi yang sepertinya hanya buka di sore hari. Seperti namanya, Senja Kopi.

Senja Kopi di Puncak Jatiwangi
Senja Kopi di sisi kanan jalan

Pemandangan yang ditawarkan dari sisi kanan adalah kamu bisa dengan jelas melihat garis besar daerah Jatiwangi dan sekitarnya. Lampu dari rumah penduduk yang masih menyala, jalan raya yang masih sepi pengendara, dan kabut tipis yang kamu lihat saat pagi hari.

puncak jatiwangi felicia latinka
Pemandangan dari sisi kanan Puncak Jatiwangi

Sementara dari sisi kiri, atau menyebranglah jalan dari Senja Kopi. Kamu akan melihat pemandangan Kota Bima dengan ciri khas Masjid Raya Berkubah Biru ditambah dengan pemandangan laut.

Jika dari sisi kanan, kamu hanya bisa melihat pemandangan bertemakan pegunungan dan rumah penduduk, maka dari sisi kiri kamu bisa melihat pemandangan kota dan laut yang mengelilinginya.

Puncak Jatiwangi felicia latinka
Pemandangan dari sisi kiri Puncak Jatiwangi

Sayangnya untuk sisi kiri, tidak ada kursi kapenta yang disediakan. Jadi hanya bisa berdiri di sisi jalan dan menikmati pemandangan kota.

Tapi kalau kamu malas berdiri, kamu bisa memiih untuk duduk di cafe puncak yang tersedia sambil mengobrol dengan teman seperjalananmu.

Oh ya, kalau kamu suka menikmati pemandangan kota di malam hari, puncak Jatiwangi juga menawarkan pemandangan yang tak kalah indahnya sehingga cocok kamu kunjungi bersama teman, sahabat, pasangan, atau dirimu sendiri.

Jika kamu tertarik dengan perjalanan tanpa arah dan wisata sejarah, kamu bisa mampir membaca artikel terbaru saya di sini.

Happy Weekend.

Share
Tweet
Pin
Share
1 comments

 

Pantai Sekoci Kolo Felicia Lantika


“Laut itu, Asmara, tak hanya terdiri dari ikan cantik dan kuda laut, tetapi juga pada masanya ada badai dan ombak besar yang hanya bisa dijinakkan oleh tembang merdu para nelayan."
― Leila S. Chudori, Laut Bercerita

Matahari sudah mulai meninggi, saat saya sedang berkeliling mengecek ruangan ganti. Di depan ruang ganti terdapat kotak dengan tulisan bayar 2.000.

Saya sedang berpikir untuk membayar atau tidak. Karena penjaganya pun tak ada. Air di ruang bilas pun tak jalan. Yang tentunya sudah diperkirakan, jika saya main air maka jangan harap bisa membilas badan.

Saya kembali duduk bersama kawan seperjalanan. Mereka masih menunggu makanan yang hingga kini belum datang. Ikan bakar + sayur + nasi + kelapa + aqua botol yang totalnya dibayar dengan uang 160.000.

Pantai sekoci namanya. Terletak di kolo, salah satu daerah yang terletak di kecamatan Asakota. Kolo terkenal dengan beragam wisata baharinya. Rasanya sangat mudah untuk menemukan tempat wisata. Tinggal pilih saja salah satu. 

Kalau tempat wisata yang sudah ada terlalu ramai buatmu, kamu bisa pilih daerah sepi di sepanjang jalan. Gelar tikar, duduk bersama kawan, lalu memerhatikan debur ombak. That’s it.  The real time of happines.

Waktu Tempuh dan Spot Favorit

Perjalanan ke Pantai Sekoci bisa ditempuh dengan perjalanan darat tentunya. Bisa dengan mobil atau motor dengan jarak tempuh kurang lebih satu jam dari pusat Kota Bima.

Jalanannya cenderung berkelok dan mendaki. Tapi kondisi jalan sangat baik. Pastikan kondisi kendaraanmu dalam keadaan prima.

Di sepanjang perjalanan, kamu akan disuguhkan dengan pemandangan alam yang apik. Matahari yang menyengat dan aroma tanaman liar akan menemani perjalananmu.

Di sepanjang jalan, saya punya dua spot favorit. Pertama, daerah dekat posko pemeriksaan covid Kolo yang nampaknya kini sudah tidak berjalan. Pemandangannya mirip seperti pulau yang ada di uang kertas seribuan.

Kedua, pemandangan di sekitar PLTU Bonto. Megahnya dinding biru PLTU dan birunya lautan Kolo menciptakan pemandangan seirama yang sangat pas diabadikan dalam bentuk gambar.

Tipe Pengunjung

Jika saya perhatikan, ada tiga tipe pengunjung berdasarkan waktu kedatangannya di Pantai Sekoci. Pertama, pengunjung yang datang pagi dan pulang saat jam dua belas siang. Kedua, pengunjung yang datang di siang hari dan pulang di sore hari. Ketiga, pengunjung yang datang tak terlalu pagi dan pulang tak terlalu sore.

Tempat Berteduh

Ada dua pilihan tempat berteduh yang bisa kamu pilih. Ada salaja atau dalam bahasa Indonesianya gubuk, lalu ada sarangge yang artinya serambi. Untuk sarangge terletak di bawah pohon yang cukup rindang jadi tak perlu khawatir kepanasan. 

Jika kamu tak ingin repot membawa bekal dari rumah, kamu bisa memesan langsung ke warung yang tersedia. Jika tak suka pilihan makanan yang ada, kamu bisa beralih ke mas-mas yang biasanya mampir untuk menjajakan salome. Salah satu olahan daging dari bima yang digemari hampir semua kalangan. Jika kamu bingung, salome itu mirip dengan somay yang ada di tanah jawa.

Cara Menikmati Pantai Sekoci

Oh ya, jika kamu makhluk yang suka main air tapi nggak bisa berenang. Yuk tos. Kita sama. Tapi bukan berarti laut tidak bisa dinikmati dengan cara yang berbeda bukan?

Biasanya saya cukup duduk di pinggir dan membiarkan laut datang menghempaskan gelombangnya. Oh ya, saya lupa bilang, Pantai Sekoci bukan tipe pantai yang pinggirannya berpasir, pinggirannya lebih banyak bebatuan. Jika kamu berangan-angan untuk membangun istana berpasir. Kamu salah tempat.

Dibanding itu, kamu bisa bermain susun batu atau seni menyeimbangkan batu atau rock balancing yang efeknya bisa nenangin pikiran. Atau siapa tahu pulang-pulang kamu bisa jadi seniman penyeimbang batu popular seperti Michael Grab. Ya kan? Siapa tahu.


Seni menyeimbangkan batu pantai kolo bima


Jika kamu suka foto-foto atau anak-anak instagram yang nyari spot foto kece badai, biar saya beri saran.

Berdirilah menghadap laut lalu berjalanlah ke arah kiri. Nah diujung sana kamu bakal ngeliat batu karang. Ada yang berbentuk datar mirip sekoci. Nah kamu bisa foto disitu, terserah dengan gaya apa. Ingat, hati-hati melangkah. Karangnya licin. Jangan sampai cuma karena foto nyawa menghilang.

Sekian dulu untuk perjalanan pantai sekocinya. Di lain waktu saya akan bercerita mengenai laut antah berantah. Diamanakah itu? Stay tune bersama Felicia Latinka.

Oh ya, jika kamu penasaran bagaimana awal mula perjalanan ini bisa dimulai, boleh baca artikel Awal Mula Perjalanan.


Share
Tweet
Pin
Share
7 comments

 


Saya masih terduduk menatap layar laptop saat jam sudah menunjukkan pukul  4 pagi. Dari sejam yang lalu saya mencoba melakukan sesuatu, mencoba menulis tapi berakhir tanpa sepatah kata pun tertulis. Pada akhirnya saya memilih untuk berselancar ria di youtube. Mendengarkan lagu terbaru dari Zara Larsson.

Saya sebenarnya bukan tipe orang yang bisa begadang. Jam tidur saya selalu di bawah jam sembilan malam. Salah satu faktor yang bisa membuat saya tidak bisa tidur tentu saja ketika ada masalah. Yang tak jarang mempengaruhi fisik dan psikis.

Sampai di hari kedua saya sadar bahwa maag saya kambuh dan membuat saya sadar bahwa saya sedang membunuh diri saya sendiri. Saya akhirnya memaksa makan dan meminta maaf ke diri sendiri.

Tentu ketika ada masalah tak jarang kita akan menyalahkan diri sendiri. Memaki diri karena tidak kompeten. Mempertanyakan diri sendiri mengapa bisa salah. But in the end, that’s not your fault.

Kita kadang lupa bahwa diri kita juga telah berusaha, memastikan semuanya benar sesuai aturan. Lupa kalau semua yang terjadi nggak selalu kesalahan dari kita. That just other people take a blame on you.

Momen ini membuat saya sadar betapa beratnya dunia kerja.Ya walaupun saya memang sudah tahu. Tapi ini seperti sadar season kedua.

Momen ini juga membuat saya memikirkan bapak. Bapak kok nggak pernah cerita apa-apa ya soal kerjaannya? Bapak selama ini selalu tampak baik-baik saja. Bapak sama sekali nggak pernah ngeluh betapa beratnya nyari uang.

Selain itu, beberapa waktu lalu saya kehilangan teman cerita. Mungkin itulah mengapa sekarang lebih kerasa di psikis, karena nggak tahu mau cerita ke siapa.

Saya teringat kutipan yang sangat membekas dari buku Dee Lestari berjudul Partikel yang merupakan salah satu seri Supernova. Begini bunyinya :

“Kalau lawan bicaramu mendengar dengan sepenuh hati, beban pikiranmu menjadi ringan. Kalau kamu malah tambah ruwet, meski yang mendengarkanmu tadi seolah serius mendengar, berarti dia tidak benar-benar hadir untukmu.”

Kehilangan teman cerita itu seperti harta karun yang kamu cari sedari lama tapi tiba-tiba hilang kembali. Entah ditelan badai atau sengaja dihilangkan.

Karena untuk saya yang seorang introvert, sangat tidak mudah untuk membuka diri. Dan tidak semua orang bisa benar-benar mendengarkan tanpa menjudge. Tidak semua orang mau menyediakan telinganya untuk mendengar.

Nggak jarang waktu dapat masalah gini ada beberapa orang yang lebih pengen jadi bocah aja tanpa perlu tumbuh dewasa.  Kita tuh kadang emang nyadar bahwa hidup pasti akan selalu ada masalah.Tapi pas masalahnya ada, tetap aja masih berasa hancur.

Adalagi nih yang absurd, ada yang minta biar cepat-cepat kiamat aja. Biar dunia bisa segera berakhir. Yang buat saya mengajukan pertanyaan kenapa nggak minta malaikat maut aja yang cepat datang? Yang dijawabnya nggak mau, dengan alasan dia nggak mau mati sendirian.

Tapi diakhir cerita,semuanya harus kita hadapi sendirian. Kita selalu punya pilihan,mau bersikap seperti apa, mau jalan keluarnya seperti apa, mau meninggalkan atau bertahan. Semua tergantung pilihanmu.

Sepertinya saya harus segera tidur, sudah lewat 30 menit dari jam 4. Bapak juga sudah bolak-balik menyuruh saya tidur. Mata juga mulai ingin tertutup.

Sebelum berangkat tidur, saya mendengar dua kucing sedang nyaring mengeong. Sepertinya memperebutkan daerah kekuasaan.

Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

About me

 


Hai. Saya Felicia Latinka. Bisa disapa dengan Feli. Lahir dan besar di kota kecil bernama Bima. Pernah merantau lalu akhirnya kembali pulang. Suka baca dan nonton drama korea. Kalau ada waktu luang suka jalan sendirian.

Follow Us

  • facebook
  • twitter
  • instagram

recent posts

Postingan Populer

  • Pantai Lariti : Laut Terbelah Versi Masa Kini
    Pantai Lariti : Laut Terbelah Versi Masa Kini
  • Menikmati Air Terjun Oi Marai Di Kaki Gunung Tambora
    Menikmati Air Terjun Oi Marai Di Kaki Gunung Tambora
  • Maret : Bulan Refleksi Diri dan Susahnya Mencari Teman
    Maret : Bulan Refleksi Diri dan Susahnya Mencari Teman
  • Pantai Sekoci Kolo dan Cara Sederhana Menikmatinya
    Pantai Sekoci Kolo dan Cara Sederhana Menikmatinya
  • Tentang Si Teman Cerita
    Tentang Si Teman Cerita
  • First Date Di Akhir September Yang Berakhir Gagal Dan Beberapa Alasannya
    First Date Di Akhir September Yang Berakhir Gagal Dan Beberapa Alasannya
  • Me Time Sederhana di Jalanan Sambinae
    Me Time Sederhana di Jalanan Sambinae
  • Awal Mula Perjalanan
    Awal Mula Perjalanan
  • Menikmati Dua Sisi Bima dari Puncak Jatiwangi
    Menikmati Dua Sisi Bima dari Puncak Jatiwangi

Part of

Blogger Perempuan

Categories

  • About
  • BPN 30 Day Ramadan Blog Challenge 2022
  • Home
  • Random
  • Travelling

Blog Archive

  • April 2022 (1)
  • Oktober 2021 (1)
  • Agustus 2021 (2)
  • Juli 2021 (2)
  • Juni 2021 (1)
  • Mei 2021 (1)
  • April 2021 (1)
  • Februari 2021 (1)
  • Januari 2021 (1)
  • Desember 2020 (1)
  • November 2020 (4)
  • Oktober 2020 (1)
  • September 2020 (1)
Diberdayakan oleh Blogger.

Created with by ThemeXpose