First Date Di Akhir September Yang Berakhir Gagal Dan Beberapa Alasannya
Kayaknya enak
banget yah kalau pencarian cinta itu berjalan mulus adanya. Ngedate petama kali,
nyambung, trus jalan bareng, trus nikah.
Tapi sayang,
makin lama itu terasa seperti khayalan semata. Lebih terdengar seperti omong
kosong.
Karena emang
nyatanya nyari pasangan nggak semudah membalik telapak tangan.
Apalagi di usia
20-an, ada banyak ego dan harga diri yang dipertimbangkan. Ada banyak pihak
yang merasa perlu untuk didengar segala sarannya. Seolah suaramu sendiri
menjadi tidak berharga.
Tapi kayaknya
yang paling menonjol dalam pencarian pasangan di usia 20-an tak lagi melulu
soal cinta. Kenyamanan, itu satu aspek yang paling banyak disebut oleh teman
sepantaran yang coba gue tanyakan perihal pencarian cintanya.
Cintamu tak bisa
kau tebak akan berlabuh pada siapa, tapi gue yakin, kamu akan selalu tahu
nyamanmu pada siapa.
First Date
di Akhir September
Gue jadi
keingat first date di akhir September lalu.
Gue sepertinya
sudah mengirim sinyal yang memperlihatkan bahwa gue sebenarnya tertarik. Sampai
akhirnya bisa ngobrol di chat. Itu rasanya senang banget.
Lalu, ajakan jalan
bareng, akhirnya datang juga.
Tapi gue rasa
ini tidak berakhir baik buat gue pribadi. Entah bagaimana menurutnya.
Sepulang
jalan, gue malah menghabiskan waktu untuk duduk memandangi langit tanpa bintang
malam itu.
Ekspektasi
gue yang terlalu tinggi, membuat gue sakit hati sendiri.
Ngerasa gagal
untuk sesuatu yang bahkan dimulai pun belum.
Biar gue jelaskan
mengapa itu termasuk first date yang gagal menurut gue.
Tidak Ada Pertanyaan
Mengenai Diri Gue
Sebenarnya
hal ini sudah gue sadari sedari ngobrol di chat. Tapi waktu itu mikirnya “ah,
mungkin kalau ngobrol langsung bisa aja beda”.
Nyatanya, tidak.
Sama saja.
Selama ketemu,
gue jadi yang paling aktif bertanya. Tiap kali jawabannya selesai, gue akan
bertanya soal pertanyaan baru. Berusaha supaya obrolan bisa tetap mengalir. Sampai akhirnya gue nyerah dan lebih milih menghabiskan es jeruk yang
ada di depan gue.
Tapi selama
obrolan itu, tidak ada satu pun pertanyaan soal diri gue. Pertanyaan yang gue
lontarkan tak pernah ditanyakan balik.
Tentu saja
gue jadi berpikiran bahwa dirinya tak penasaran. Tak ingin tahu apa pun soal
gue. Yang membuat gue berkesimpulan bahwa gue tidak cukup menarik untuk
dirinya.
And, That’s
Okay.
Jeda Diam
yang Sedingin Kutub Es
Biasanya
kalau pertemuan pertama, nervous atau gugup itu pasti ada. Yang kadang nyebapin
kita ngelakuin hal yang malu-maluin.
Seperti nggak
sengaja ngesenggol minuman, niat nyendok makanan tapi pas di mulut ternyata
makanannya malah jatuh, atau mau ngambil tisu tapi baju malah kena saos, dan hal-hal
lainnya.
Selain itu, terkadang
saking gugupnya jadinya malah diam-diaman. Karena nggak tahu mau ngobrol apa.
Tapi biasanya
habis jeda diam, biasanya obrolannya bakal kembali ngalir lagi. Ini berlaku
buat yang nyambung.
Kalau nggak
nyambung, biasa jedanya bakal makin lama. Misalnya, diobrolan pertama, jedanya cuma
1 menit sebelum akhirnya ada obrolan lagi. Lalu di jeda selanjutnya menjadi
lima menit, lalu selanjutnya menjadi lebih panjang.
Kalau sudah begitu,
bukankah itu sudah menjadi indikasi bahwa dua insan itu tidak nyambung?
Gue pribadi
bakal langsung mikir “harusnya tadi di rumah aja’.
Ponsel yang Lebih
Menarik Dibanding Temang Ngobrol
Gue pribadi
sebisa mungkin kalau lagi ngobrol ama orang, ngeliat matanya. Hal kecil yang
gue lakuin untuk menghargai lawan bicara gue.
Tapi kalau
orangnya udah mulai main hp dan asik sendiri. Sepertinya itu jadi pertanda
paling nyata, bahwa obrolan tak perlu dilanjutkan lagi.
Gue sudah kalah
telak. Hp lebih menarik dibanding gue, lawan ngobrolnya.
Ya mungkin
dia juga bosan, tak ada topik pembicaraan yang sedari tadi cukup menarik minatnya.
Sehingga tentu saja HP menjadi pelarian.
Gue pun lebih
memilih menikmati kendaraan yang berlalu lalang dijalanan. Yang sialnya malam
itu, tak banyak yang lewat.
Dinding Penghalang
yang Terlalu Tinggi
Hal yang gue
sadari selama mengobrol adalah betapa tidak mudah dirinya membuka diri.
Caranya
memotretkan diri, terasa agak susah buat gue menerima. Yang jatuhnya malah
terlalu misterius. Dan rasa penasaran gue tidak cukup kuat untuk membuat gue berusaha lebih keras lagi.
Sehingga
membuat gue mengambil kesimpulan “ini mah, nggak bakal cocok”.
Biarlah ini
menjadi warna warni hidup gue.
Nah, Bagaimana?
Dengan membaca beberapa poin di atas, apakah kamu jadi keingat first date
mu yang gagal juga? Kalau kamu punya, boleh komen di kolom komentar, siapa
tahu, ceritamu lebih seru.
0 comments