First Date Di Akhir September Yang Berakhir Gagal Dan Beberapa Alasannya

by - Oktober 24, 2021

 

Ilustrasi First date Photo by cottonbro from Pexels

Kayaknya enak banget yah kalau pencarian cinta itu berjalan mulus adanya. Ngedate petama kali, nyambung, trus jalan bareng, trus nikah.

Tapi sayang, makin lama itu terasa seperti khayalan semata. Lebih terdengar seperti omong kosong.

Karena emang nyatanya nyari pasangan nggak semudah membalik telapak tangan.

Apalagi di usia 20-an, ada banyak ego dan harga diri yang dipertimbangkan. Ada banyak pihak yang merasa perlu untuk didengar segala sarannya. Seolah suaramu sendiri menjadi tidak berharga.

Tapi kayaknya yang paling menonjol dalam pencarian pasangan di usia 20-an tak lagi melulu soal cinta. Kenyamanan, itu satu aspek yang paling banyak disebut oleh teman sepantaran yang coba gue tanyakan perihal pencarian cintanya.

Cintamu tak bisa kau tebak akan berlabuh pada siapa, tapi gue yakin, kamu akan selalu tahu nyamanmu pada siapa.

First Date di Akhir September

Gue jadi keingat first date di akhir September lalu.

Gue sepertinya sudah mengirim sinyal yang memperlihatkan bahwa gue sebenarnya tertarik. Sampai akhirnya bisa ngobrol di chat. Itu rasanya senang banget.

Lalu, ajakan jalan bareng, akhirnya datang juga.

Tapi gue rasa ini tidak berakhir baik buat gue pribadi. Entah bagaimana menurutnya.

Sepulang jalan, gue malah menghabiskan waktu untuk duduk memandangi langit tanpa bintang malam itu.

Ekspektasi gue yang terlalu tinggi, membuat gue sakit hati sendiri.

Ngerasa gagal untuk sesuatu yang bahkan dimulai pun belum.

Biar gue jelaskan mengapa itu termasuk first date yang gagal menurut gue.

Tidak Ada Pertanyaan Mengenai Diri Gue

Sebenarnya hal ini sudah gue sadari sedari ngobrol di chat. Tapi waktu itu mikirnya “ah, mungkin kalau ngobrol langsung bisa aja beda”.

Nyatanya, tidak. Sama saja.

Selama ketemu, gue jadi yang paling aktif bertanya. Tiap kali jawabannya selesai, gue akan bertanya soal pertanyaan baru. Berusaha supaya obrolan bisa tetap mengalir. Sampai akhirnya gue nyerah dan lebih milih menghabiskan es jeruk yang ada di depan gue.

Tapi selama obrolan itu, tidak ada satu pun pertanyaan soal diri gue. Pertanyaan yang gue lontarkan tak pernah ditanyakan balik.

Tentu saja gue jadi berpikiran bahwa dirinya tak penasaran. Tak ingin tahu apa pun soal gue. Yang membuat gue berkesimpulan bahwa gue tidak cukup menarik untuk dirinya.

And, That’s Okay.

Jeda Diam yang Sedingin Kutub Es

Biasanya kalau pertemuan pertama, nervous atau gugup itu pasti ada. Yang kadang nyebapin kita ngelakuin hal yang malu-maluin.

Seperti nggak sengaja ngesenggol minuman, niat nyendok makanan tapi pas di mulut ternyata makanannya malah jatuh, atau mau ngambil tisu tapi baju malah kena saos, dan hal-hal lainnya.

Selain itu, terkadang saking gugupnya jadinya malah diam-diaman. Karena nggak tahu mau ngobrol apa.

Tapi biasanya habis jeda diam, biasanya obrolannya bakal kembali ngalir lagi. Ini berlaku buat yang nyambung.

Kalau nggak nyambung, biasa jedanya bakal makin lama. Misalnya, diobrolan pertama, jedanya cuma 1 menit sebelum akhirnya ada obrolan lagi. Lalu di jeda selanjutnya menjadi lima menit, lalu selanjutnya menjadi lebih panjang.

Kalau sudah begitu, bukankah itu sudah menjadi indikasi bahwa dua insan itu tidak nyambung?

Gue pribadi bakal langsung mikir “harusnya tadi di rumah aja’.

Ponsel yang Lebih Menarik Dibanding Temang Ngobrol

Gue pribadi sebisa mungkin kalau lagi ngobrol ama orang, ngeliat matanya. Hal kecil yang gue lakuin untuk menghargai lawan bicara gue.

Tapi kalau orangnya udah mulai main hp dan asik sendiri. Sepertinya itu jadi pertanda paling nyata, bahwa obrolan tak perlu dilanjutkan lagi.

Gue sudah kalah telak. Hp lebih menarik dibanding gue, lawan ngobrolnya.

Ya mungkin dia juga bosan, tak ada topik pembicaraan yang sedari tadi cukup menarik minatnya. Sehingga tentu saja HP menjadi pelarian.

Gue pun lebih memilih menikmati kendaraan yang berlalu lalang dijalanan. Yang sialnya malam itu, tak banyak yang lewat.

Dinding Penghalang yang Terlalu Tinggi

Hal yang gue sadari selama mengobrol adalah betapa tidak mudah dirinya membuka diri.

Caranya memotretkan diri, terasa agak susah buat gue menerima. Yang jatuhnya malah terlalu misterius. Dan rasa penasaran gue tidak cukup kuat untuk  membuat gue berusaha lebih keras lagi.

Sehingga membuat gue mengambil kesimpulan “ini mah, nggak bakal cocok”.

Biarlah ini menjadi warna warni hidup gue.

 

Nah, Bagaimana? Dengan membaca beberapa poin di atas, apakah kamu jadi keingat first date mu yang gagal juga? Kalau kamu punya, boleh komen di kolom komentar, siapa tahu, ceritamu lebih seru.

 

 

 

 

 

You May Also Like

0 comments