Menikmati Dua Sisi Bima dari Puncak Jatiwangi

by - November 22, 2020


Puncak Jatiwangi Felicia Latinka

Matahari sudah mulai tampak saat saya menyebrangi jalan menuju sebuah tanah lapang di puncak Jatiwangi. Bubur kacang hijau yang saya tenteng di kresek berwarna putih, pada akhirnya hanya mampu saya habiskan setengah gelasnya saja. 

Bersama teman seperjalanan, saya duduk di kursi kayu yang sebelumnya di duduki oleh dua sejoli yang datang bersama namun tidak banyak mengobrol. Masing-masingnya hanya sibuk memainkan layar ponsel.

Dari sebelah kanan lapangan, terlihat sekumpulan pemuda yang sedang menyeduh kopi. Air panas yang di didihkan di atas kayu bakar dengan asap yang menyatu dengan udara sekitar. Beberapa pemuda duduk bercanda dengan teman sebayanya sambil merokok.

Saya mengeratkan jaket saat udara terasa dingin. Mengeraskan volume lagu Ward Thomas yang sedang saya dengarkan.

Pandangan saya teralih ke kursi sebelah yang jaraknya kurang lebih  dua meter  dari kursi yang sedang saya duduki saat ini. Sekumpulan remaja, yang bila saya terka mungkin kumpulan anak SMA. 

Salah satunya berjaket merah dan berkacamata sedang berdiri memandangi matahari yang sudah mulai terbit, sambil memasukan kedua tangannya dalam saku jaket. Salah seorang teman si jaket merah, berjeans hitam, lihai memainkan senar gitar.

Puncak Jatiwangi

Sebenarnya nama Puncak Jatiwangi, adalah sebuah nama baru yang baru pernah saya dengar. Jika sebelumnya, tempat wisata yang terkenal menawarkan pemandangan kota dari atas bukit adalah Dana Taraha, salah satu kompleks kuburan Sultan Bima. Kini Puncak Jatiwangi juga menawarkan hal yang sama.

Wisata Puncak Jatiwangi
Jalanan di Puncak Jatiwangi

Jarak dari pusat kota menuju Puncak Jatiwangi bisa ditempuh dengan perjalanan kurang lebih 5 hingga 10 menit. Dengan akses jalan yang teramat baik. Hanya perlu hati-hati saja di jalanan menanjak dan beberapa tikungan.

Saat hari minggu, biasanya banyak warga atau anak muda yang menikmati puncak dengan berjalan kaki, lari, atau sekedar duduk bersama. Semakin pagi, jalanan akan semakin ramai. Terkadang kamu akan melihat kuda yang dituntun oleh seorang atau dua orang pemuda, ikut meramaikan suasana pagi Puncak Jatiwangi.

Pemandangan Dua Sisi

Jika dari sisi kanan jalan, kamu akan bertemu tanah lapang yang di antaranya terdapat kursi kapenta. Menjadi pilihan saya saat ini untuk menikmati matahari terbit.

Sebelum memasuki lapangan, kamu akan melihat stand Senja Kopi yang sepertinya hanya buka di sore hari. Seperti namanya, Senja Kopi.

Senja Kopi di Puncak Jatiwangi
Senja Kopi di sisi kanan jalan

Pemandangan yang ditawarkan dari sisi kanan adalah kamu bisa dengan jelas melihat garis besar daerah Jatiwangi dan sekitarnya. Lampu dari rumah penduduk yang masih menyala, jalan raya yang masih sepi pengendara, dan kabut tipis yang kamu lihat saat pagi hari.

puncak jatiwangi felicia latinka
Pemandangan dari sisi kanan Puncak Jatiwangi

Sementara dari sisi kiri, atau menyebranglah jalan dari Senja Kopi. Kamu akan melihat pemandangan Kota Bima dengan ciri khas Masjid Raya Berkubah Biru ditambah dengan pemandangan laut.

Jika dari sisi kanan, kamu hanya bisa melihat pemandangan bertemakan pegunungan dan rumah penduduk, maka dari sisi kiri kamu bisa melihat pemandangan kota dan laut yang mengelilinginya.

Puncak Jatiwangi felicia latinka
Pemandangan dari sisi kiri Puncak Jatiwangi

Sayangnya untuk sisi kiri, tidak ada kursi kapenta yang disediakan. Jadi hanya bisa berdiri di sisi jalan dan menikmati pemandangan kota.

Tapi kalau kamu malas berdiri, kamu bisa memiih untuk duduk di cafe puncak yang tersedia sambil mengobrol dengan teman seperjalananmu.

Oh ya, kalau kamu suka menikmati pemandangan kota di malam hari, puncak Jatiwangi juga menawarkan pemandangan yang tak kalah indahnya sehingga cocok kamu kunjungi bersama teman, sahabat, pasangan, atau dirimu sendiri.

Jika kamu tertarik dengan perjalanan tanpa arah dan wisata sejarah, kamu bisa mampir membaca artikel terbaru saya di sini.

Happy Weekend.

You May Also Like

1 comments