Pantai Lariti : Laut Terbelah Versi Masa Kini
Pantai Lariti terletak di Desa Soro, Kecamatan Lambu Sape. Dapat ditempuh dengan lama perjalanan kurang lebih 3 jam dari pusat kota Bima. Dengan medan jalan yang meliuk-meliuk seperti ular. Abis ketemu liuk, liuk lagi. Jadi pastikan yang membawa kendaraan adalah yang expert . Gue pribadi ampe pusing liat jalanannya. Tapi untuk kondisi jalan, tenang saja, mulus kok.
Pantai Lariti merupakan salah satu top list
wisata akhir pekan, baik bagi warga kota maupun kabupaten Bima.
Gue rasa, siapa pun yang berkunjung ke
Lariti, yang paling di incar adalah terbelahnya laut Lariti dan terbentuknya jalan yang menghubungkan Lariti dengan pulau
kecil di seberangnya.
Kalau kamu pernah dengar kisah terbelahnya
lautan di kisah Nabi Musa a.s, nah Pantai Lariti ini versi masa kininya. Cuma
nggak perlu pake mukulin tongkat ke tanah dan nggak ada tentara Firaun yang
ngejar-ngejar. Yang kamu perluin, cukup punya kesabaran tingkat tinggi buat nungguin
alam membuka dirinya kepadamu. Simplenya, sabar nungguin lautannya surut.
Nah, jam-jam berapa sajakah itu? Dari hasil
nanya-nanya, ada yang bilang datanglah di pagi hari, maskimal jam 7 pagi atau
datanglah di jam 5 atau 6 sore. Tapi beberapa teman yang sudah berkunjung
katanya sih jam 3-an sudah surut. Sementara sewaktu gue berkunjung, jam 3 sore
lariti masih belum surut. Jadi tergantung keberuntungan masing-masing. Dan
jangan lupakan gaya gravitasi bulan.
Sebagai seorang newbie dalam hal mengenal Lariti dan sedang tidak beruntung.
Jadilah laut terbelahnya tidak gue saksikan.
Tapi apakah gue kecewa? Tentu saja tidak.
Banyak hal yang masih bisa dinikmati dari Lariti. Contohnya banyak spot intragramable
yang kalau di foto bisa nambah like.
Buat gue pribadi, Lariti sangat ramah buat
manusia yang suka main air tapi nggak bisa berenang seperti gue ini. Kenapa?
Karena walaupun lairitinya belum terbelah, jalan di bawah lautnya bakal bisa
dijadikan pijakan buat menyebrang ke pulau sebelahnya.
Jadi sebenarnya, tanpa nungguin laritinya
surut pun kita sudah bisa nyebrang.
Kalau mau lebih aman main airnya, bisa sewa
ban, cukup dengan harga 10.000 rupiah.
Ngambang di tengah laut sambil nikmatin langit
biru, ngupingin bapak-bapak yang lagi ngasih wejangan ke anaknya, atau
ngeliatin pasangan yang lagi kasmaran. Ah,
betapa nikmatnya liburan kali ini.
Oh ya, Lariti sendiri termasuk pantai yang berpasir halus, jadi nggak usah takut kaki bakal tertusuk karang ketika main air.
Nah, dari segi fasilitas, Lariti termasuk
tempat wisata yang punya fasilitas yang cukup baik. Ada WC, ruang ganti, tempat
makan, warung, gazebo, dan mushola.
Cuma ya gitu, kalau di tempat wisata jarang
nemuin ruang ganti yang airnya cukup buat bilas dan WC yang cukup bersih. Jadi
tidak usah berekspektasi terlalu tinggi.
Gazebo yang ada di lariti, berjumlah cukup banyak. Berderet dari ujung ke ujung.
Kalau lagi nggak mau di gazebo, bisa duduk
di kursi yang ada di pinggir pantai. Tapi kalau lagi kehabisan tempat, tinggal
gelar tikar aja. Heheh.
Warung yang sediain makanan juga banyak,
mau ikan bakar juga ada, mau indomie ada, mau kopi panas ada. Tapi makanan yang
selalu jadi pilihan gue pribadi kalau ke tempat wisata, kalau nggak indomie, ya
pop mie.
Biasanya pengunjung yang datang ke Lariti,
membawa serta keluarga besar yang jumlahnya rata-rata lebih dari lima orang. Jadi
biasanya kalau lagi musim libur bakal rame banget.
Dan kalau kamu datangnya cuma berdua aja, seperti
diriku ini. Jangan ngerasa kesepian di tengah keramaian ya. Heheh.
Yang penting teman jalanmu nyambung dengan dirimu dan kamu nyaman dengannya. Gue rasa itu saja sudah cukup.
Oh ya, kalau kamu bosan nungguin Lariti terbelah,
biar gue kasih saran.
Kalau kamu perhatiin, biasa bakal ada kapal
yang ngangkutin pengunjung ke pulau-pulau sekitar lariti. Kamu bisa ikut
menjelajah, dengan cukup sewa 20.000 per orang, itu sudah termasuk ongkos pulang
pergi, jadi menurut gue murah.
Izinkan gue berkisah sedikit, sebenarnya
awalnya ngikut-ngikut aja. Lihat perahu berhenti dan liat ada rombongan naik,
ikutan naik. Tanpa tahu sebenarnya tujuannya ke mana. Tanpa ekspektasi apa pun.
Pokoknya chill aja lah.
Dan ternyata, tujuannya adalah Pulau
Bidadari, yang menurut gue lebih privat dan orang yang kesini lebih sedikit.
Gue bakal bilang, gue lebih jatuh cinta sama Pulau Bidadari di banding Lariti.
Walau pulaunya nggak terlalu luas dan
cenderung kecil, tapi pasirnya lebih putih dan airnya lebih jernih. Mirip foto
pantai yang banyak beredar di google dan akhirnya bisa gue temukan nyatanya. Ya
seperti pulau bidadari ini.
Back
to lariti. Sejujurnya dalam pikiran, gue memetakan
jalan ke lariti seperti dora lagi bacain petanya. Apakah kamu melihat bukit?
Gue meringkasnya menjadi lewati
perkampungan – lewati bukit – ketemu hutan mangrove – pantai lariti.
Oh ya, sebelum ke lariti, coba nyempatin foto di 0 km Sape. Yang letaknya tidak jauh dari pelabuhan. Gue pribadi, baru tahu kalau sape punya 0 km.
Tugu 0 km ini biasa jadi persinggahan
komunitas touring. Hal ini dibuktikan
dengan banyaknya jejak stiker yang di tempelkan di papan samping kiri kanan
tugu.
Waktu itu sih pengen ikut ninggalin jejak
tapi lupa bawa alat tulis. Jadi ya udah, cukup foto-foto saja.
Akhir kata, selamat berakhir pekan. Buat
yang udah balik kerja sementara yang lain masih liburan. Tetap semangat ^^.
.
4 comments
Weh, silahkan datang lagi ke lariti kak semoga senang, salam kenal saya kebetulan orang di sana.
BalasHapussalam kenal juga kak nurul, terima kasih sudah mampir membaca.
Hapuswish list pengen explore daerah Bima dan sekitarnya, sukak liat pantai dengan warna laut biru cantik kayak gitu
BalasHapusSaya pernah ke pantai lariti , salam dari Jawa tengah
BalasHapus