Teman Cerita

by - November 08, 2020

 


Saya masih terduduk menatap layar laptop saat jam sudah menunjukkan pukul  4 pagi. Dari sejam yang lalu saya mencoba melakukan sesuatu, mencoba menulis tapi berakhir tanpa sepatah kata pun tertulis. Pada akhirnya saya memilih untuk berselancar ria di youtube. Mendengarkan lagu terbaru dari Zara Larsson.

Saya sebenarnya bukan tipe orang yang bisa begadang. Jam tidur saya selalu di bawah jam sembilan malam. Salah satu faktor yang bisa membuat saya tidak bisa tidur tentu saja ketika ada masalah. Yang tak jarang mempengaruhi fisik dan psikis.

Sampai di hari kedua saya sadar bahwa maag saya kambuh dan membuat saya sadar bahwa saya sedang membunuh diri saya sendiri. Saya akhirnya memaksa makan dan meminta maaf ke diri sendiri.

Tentu ketika ada masalah tak jarang kita akan menyalahkan diri sendiri. Memaki diri karena tidak kompeten. Mempertanyakan diri sendiri mengapa bisa salah. But in the end, that’s not your fault.

Kita kadang lupa bahwa diri kita juga telah berusaha, memastikan semuanya benar sesuai aturan. Lupa kalau semua yang terjadi nggak selalu kesalahan dari kita. That just other people take a blame on you.

Momen ini membuat saya sadar betapa beratnya dunia kerja.Ya walaupun saya memang sudah tahu. Tapi ini seperti sadar season kedua.

Momen ini juga membuat saya memikirkan bapak. Bapak kok nggak pernah cerita apa-apa ya soal kerjaannya? Bapak selama ini selalu tampak baik-baik saja. Bapak sama sekali nggak pernah ngeluh betapa beratnya nyari uang.

Selain itu, beberapa waktu lalu saya kehilangan teman cerita. Mungkin itulah mengapa sekarang lebih kerasa di psikis, karena nggak tahu mau cerita ke siapa.

Saya teringat kutipan yang sangat membekas dari buku Dee Lestari berjudul Partikel yang merupakan salah satu seri Supernova. Begini bunyinya :

“Kalau lawan bicaramu mendengar dengan sepenuh hati, beban pikiranmu menjadi ringan. Kalau kamu malah tambah ruwet, meski yang mendengarkanmu tadi seolah serius mendengar, berarti dia tidak benar-benar hadir untukmu.”

Kehilangan teman cerita itu seperti harta karun yang kamu cari sedari lama tapi tiba-tiba hilang kembali. Entah ditelan badai atau sengaja dihilangkan.

Karena untuk saya yang seorang introvert, sangat tidak mudah untuk membuka diri. Dan tidak semua orang bisa benar-benar mendengarkan tanpa menjudge. Tidak semua orang mau menyediakan telinganya untuk mendengar.

Nggak jarang waktu dapat masalah gini ada beberapa orang yang lebih pengen jadi bocah aja tanpa perlu tumbuh dewasa.  Kita tuh kadang emang nyadar bahwa hidup pasti akan selalu ada masalah.Tapi pas masalahnya ada, tetap aja masih berasa hancur.

Adalagi nih yang absurd, ada yang minta biar cepat-cepat kiamat aja. Biar dunia bisa segera berakhir. Yang buat saya mengajukan pertanyaan kenapa nggak minta malaikat maut aja yang cepat datang? Yang dijawabnya nggak mau, dengan alasan dia nggak mau mati sendirian.

Tapi diakhir cerita,semuanya harus kita hadapi sendirian. Kita selalu punya pilihan,mau bersikap seperti apa, mau jalan keluarnya seperti apa, mau meninggalkan atau bertahan. Semua tergantung pilihanmu.

Sepertinya saya harus segera tidur, sudah lewat 30 menit dari jam 4. Bapak juga sudah bolak-balik menyuruh saya tidur. Mata juga mulai ingin tertutup.

Sebelum berangkat tidur, saya mendengar dua kucing sedang nyaring mengeong. Sepertinya memperebutkan daerah kekuasaan.

You May Also Like

0 comments