• Home
  • About
  • Travelling
  • Review
  • Random
  • Contact
facebook twitter instagram pinterest Email

Felicia Latinka

Air Terjun Oi Marai di Kaki Gunung Tambora


Matahari sudah teramat terik saat rombongan kami melintasi jalanan Tambora menuju air terjun Oi Marai Tambora.

Yup, untuk perjalanan kali ini, saya tak berani untuk berpetualang berdua saja, perjalanannya terlalu jauh, memakan waktu kurang lebih 6 jam perjalanan ditempuh dari pusat Kota bima.

Melewati Sila, Dompu, Kempo, Sanggar, Piong dan nama-nama daerah lainnya yang sudah tak mampu saya hafal.

Padang Savana Yang Membentang Di Sepanjang Jalan Tambora

Padang Savana di Jalanan Tambora
Padang savana yang menghampar luas di sekitar jalanan Tambora

Padang savana yang menurut beberapa sumber memiliki luas lebih dari 2.000 ha. Membentang luas disepanjang perjalanan.

Rasa-rasanya seperti menonton kartun Oscar’s Oasis versi live tanpa pemeran utama.

Savana sendiri merupakan daerah vegetasi padang rumput yang ditumbuhi pohon atau sekelompok pohon dengan jarak yang terpencar-pencar.

Karena luasnya padang savana, menjadikannya banyak digunakan sebagai padang gembalaan. Sehingga akan banyak kita temui hewan ternak seperti kambing dan sapi yang di ternak dengan sistem lepas liar.

Tak jarang saat melintasi jalanan tambora, kambing dan sapi akan kita temui sedang menyebrang atau berjalan berkelompok. Jadi harap berhati-hati ya saat memacu kendaraan.

Meski dilepas liar, ternak yang ada sudah diberi tanda oleh si pemilik sehingga tidak akan tertukar dengan hewan ternak lainnya.

Hampir 80% kebutuhan sapi dan kerbau sumbawa di suplai dari daerah Tambora. Biasanya para pembeli datang dari Kabupaten Bima, Dompu, atau pun dari luar pulau Sumbawa membeli langsung hewan ternak yang ada di Tambora.

Letusan Tambora Yang Akan Selalu Dikenang Dunia

Gunung Tambora (Sumber : Facebook Balai Taman Nasional Tambora)

Dari sisi jalan lainnya, Gunung Tambora berdiri menjulang tinggi dengan gagahnya.

Tambora yang awalnya memiliki ketinggian 4200 meter, sempat menjadikannya ada dijajaran salah satu gunung tertinggi di Indonesia, sebelum akhirnya meletus pada bulan April 1815 yang tingginya kini menjadi 2851 meter dari permukaan laut.

Tambora kehilangan hampir separuh tinggi dan volumenya. Ledakan Tambora menyisakan lingkar kaldera berdiameter 7-8 kilometer dengan kedalaman mencapai 1 kilometer.

Meski Tambora terletak di Pulau Sumbawa, yang dimana Sumbawa sendiri hanya sebuah pulau kecil dalam peta. Keberadaannya hampir tak banyak disebut.

Namun siapa sangka, letusan Tambora justru masuk dalam jajaran letusan gunung berapi paling berbahaya dan paling berpengaruh dalam sejarah dunia karena tidak hanya berdampak pada masyarakat lokal namun juga masyarakat global.

Letusan Tambora dikatakan lebih besar empat kali lipat dibanding letusan Krakatau pada 27 Agustus 1883.

Abu vulkanik dari letusan gunung Tambora menyebabkan Sumbawa, Lombok, Bali, Madura dan sebagian Jawa Timur gelap gulita selama tiga hari. Sehingga membuat masyarakat menyalakan lilin meski disiang hari atau sebenarnya pagi dan malam hampir tak bisa dibedakan karena sama gelapnya.

Menurut beberapa sumber, suara dentuman meletusnya gunung tambora diperkirakan juga terdengar hingga Sumatera.

Saya nggak bisa bayangin seberapa besarnya suara ledakan tambora, saat meletus, dulunya.

Setelah Tambora meletus, bencana selanjutnya menunggu.

Kelaparan terjadi di seluruh wilayah Sumbawa. Banyak lahan yang gagal panen, sumber pangan hilang dan hewan ternak pun banyak yang mati. Air tercemar karena bercampur dengan abu vulkanik.

Kala itu, suami rela menjual anak dan istrinya hanya untuk ditukarkan dengan sejumlah pangan. Emas, perak, tembaga, keris, dan harta lainnya di jual murah.  Penduduk yang miskin hanya bisa mengonsumsi dedaunan seperti sirih hingga keakar-akarnya. Namun banyak juga yang meninggal, karena memakan daun ubi beracun.

Tidak hanya di Sumbawa, beberapa wilayah di Nusantara pun ikut gagal panen dikarenakan tidak adanya matahari karena tertutup oleh abu vulkanik.

Tak cukup disitu, letusan Tambora juga menyebabkan anomali iklim dalam kurun waktu dua atau tiga tahun setelahnya.

Hal ini dikarenakan atmosfer bumi yang dipenuhi oleh sulphuric acid atau asam sulfat yang dilontarkan oleh letusan Gunung Tambora. Asam sulfat menyerap dan memantulkan kembali sinar matahari dan juga menyerap panas dari bumi.

Sehingga terjadi pemanasan di atmosfer namun pendinginan di bawah atmosfer bumi yang menyebabkan iklim global terganggu. Berbagai musim diberagam bagian bumi mengalami penyimpangan dari biasanya.

Dan pada akhirnya terjadi gagal panen di beberapa negara yang menyebabkan harga bahan pokok meningkat tajam. Angka kejahatan meningkat karena terbatasnya pangan.

Daya beli masyarakat menurun. Banyak masyarakat kelas menengah yang jatuh miskin.

Letusan Tambora memberikan dampak langsung berupa kerusakan lingkungan, kematian berbagai mahluk hidup, kekeringan, kelaparan, dan munculnya bergam penyakit. Dan juga memberikan dampak tidak langsung pada kondisi ekonomi, sosial, dan politik. Meskipun lokasi yang berdampak jauh dari pusat letusan Tambora di Sumbawa, Indonesia.

Biodiversitas Flora dan Fauna Di Taman Nasional Tambora

Elang Flores yang ada di Gunung Tambora (Sumber : Facebook Balai Taman Nasional Tambora)

Selama perjalanan menuju Oi Marai Tambora, kita juga akan bertemu dengan Taman Nasional Gunung Tambora yang menyimpan biodiversitas flora dan fauna yang begitu beragam.

Pada pertengahan April 2015 dilakukan ekspedisi di gunung tambora untuk mendata dan membandingkan keanekaragamanan flora, fauna dan mikroba yang ada di gunung tambora.

Bertotal 48 orang, yang dimana 16 di antaranya merupakan peneliti dari LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) yang terdiri dari 7 orang bidang flora, 7 orang bidang fauna dan 2 orang bidang mikroba.

Ekspedisi juga melibatkan 19 orang warga desa dari Kawinda To’i, dimana warganya dikenal sebagai pencari madu di Hutan Tambora. 

Dari hasil ekspedisi tambora, didapatkan :

·       46 jenis spesies burung,

·       21 spesies reptile,

·       4 spesies amfibi dari berbagi marga,

·  10 spesies mamalia yang terdiri dari 3 spesies kelelawar, 3 spesies tikus, 1 spesies primata, 1 spesies musang dan beberapa mamalia lain seperti babi dan rusa yang banyak ditemukan melintas di jalan.

·  Sedangkan kelompok kerabat kalajengking,kalacemeti dan laba-laba ditemukan sedikitnya sepuluh spesies.

·       Kelompok serangga seperti kupu-kupu malam tercatat sedikitnya 230 spesies

·    Kelompok Tawon sedikitnya ditemukan 27 spesies dan dua spesies lebah madu yang sangat potensial nilai ekonominya. 

Selain itu, juga terdapat burung migrant seperti Merops ornatus, Hirundo rustica, Apus pasificus, dan  Tringa hypoleucos.

Disamping itu, terdapat sebanyak 6 jenis burung endemik Nusa Tenggara tercatat menghuni kawasan Gunung Tambora seperti Caridonax fulgidus dan Otus silvicola.

Dan masih banyak keragaman fauna yang versi lengkapnya dapat dibaca di jurnal lengkap Ekpedisi Tambora.

Dari keanekaragaman flora, ekspedisi tambora menemukan total sebanyak 393 spesimen. Hasil identifikasi menunjukkan terdapat 207 jenis tumbuhan tingkat tinggi dan 56 jenis paku-pakuan, dan teridentifikasi 16 jenis lumut dan 9 jenis jamur.

Tentu keberagaman flora dan fauna yang ada di gunung tambora sangat menarik untuk dikunjungi baik bagi wisatan lokal maupun mancanegara.  

Selain dari hasil penelitian tersebut kita juga masih bisa menikmati beragam fauna dan flora yang ada di akun sosial media Balai Taman Nasional Tambora yang banyak menyajikan cerita dari gunung tambora.

Menikmati Air Terjun Oi Marai Di Kaki Gunung Tambora

Air Terjun Oi Marai di kaki gunung Tambora

Sebagai pecinta air terjun, tentu yang menjadi tujuan utama perjalanan saya kali ini adalah Air tejun Oi Marai.

Jalur perjalanan yang terasa seperti tidak berujung ini membuat saya teringat akan lagu Taylor Swift yang  berjudul Out of The woods. Apakah kita sudah dekat? Apakah kita sudah sampai?

Tak terbayang senangnya saya, Ketika akhirnya melihat gerbang masuk bertuliskan Selamat Datang di Wisata Air Terjun Oi Marai.

Masih ada jalanan berbatu dan berpasir yang harus di lewati sampai akhirnya sampai di parkiran air terjun Oi Marai dengan membayar tiket 10.000/motor dan 20.000/mobil.

Belum, perjalanannya belum selesai, rombongan masih perlu berjalan kaki kurang lebih 5 menit untuk sampai ke stan pembelian karcis masuk air terjun Oi Marai yang dibayar 7.500/orang.

Dari sini rombongan diperingatkan untuk selalu menjaga kebersihan tempat wisata dengan tidak membuang sampah di sepanjang perjalanan menuju air terjun Oi Marai.

Bekal makanan yang dibawa dipersilahkan untuk dinikmati di baruga yang telah disediakan. Pengelola tidak memperbolehkan pegunjung membawa  makanan ke lokasi air terjun.

Hal ini dilakukan untuk tetap menjaga kebersihan air terjun Oi Marai serta menjaga dan melindungi hutan yang ada di sepanjang Air Terjun Oi Marai. Tempat sampah telah disediakan di dekat stan pembelian karcis, sehingga pengunjung tidak membuang sampah sembarangan.

Mari memulai langkah kecil dengan tidak membuang sampah sembarangan di tempat wisata agar kebersihan dan kealamiannya tetap terjaga.

Setelah dari tempat pembelian karcis, kita masih perlu berjalan kaki kurang lebih 15 menit. Jadi kuat-kuatin kaki ya.

Tenang, medan jalan sudah sangat tertata rapi, pembatas jalan yang terbuat dari kayu tampak kokoh disepanjang jalan menuju air terjun.

Tangga yang perlu didaki pun dalam kondisi yang sangat baik di tengah rimbunnya pepohonan.

Beberapa pengunjung terlihat sedang berfoto bersama saat rombongan kami tiba.

Perjalanan yang melelahkan seperti terbayar tuntas menyaksikan derasnya debit air terjun Oi Marai yang jatuh dari ketinggian kurang lebih 15 meter.

Air Terjun Oi Marai yang mengalir deras
Rombongan yang sedang menikmati aliran air Air Terjun Oi Marai Tambora

Ketinggian air yang hanya sampai selutut orang dewasa membuat siapa pun bisa menikmatinya. Tapi tentu tetap dalam pengawasan orang dewasa untuk anak-anak.

Anggota rombongan sudah berganti baju dan bersiap menceburkan diri menyatu bersama aliran air terjun tambora.

Semua tampak gembira. Beberapa pengunjung fokus mencari spot foto yang bagus, meloncati beberapa batu dan menetapkan sudut foto mana yang paling baik.

Beberapa lagi duduk di aliran air yang lebih pendek, menikmati sensasi pijatan air yang mengalir.

Saya duduk mengamati tersenyum bahagia menikmati semuanya. Menikmati betapa kayanya alam Indonesia yang salah satunya terletak di kaki gunung tambora ini.

Tetap jaga kesehatan dimana pun kalian berada, semoga corona bisa cepat berlalu. Sehingga kita semua bisa kembali bebas mengunjungi tempat yang kita ingini tanpa perlu khawatir adanya pembatasan di beberapa daerah.

 

Referensi

Wibisono, Sonny C. 2017. Bencana dan Peradaban Tambora 1815. Jakarta : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Hidayatullah, M.  2016. Potensi Savana Di Kawasan Gunung Tambora Pulau Sumbawa-Provinsi Nusa Tenggara Barat. Kupang : Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kupang


biologi.lipi.go.id.  2017. Ekspedisi Tambora. Diakses pada 16 Agustus 2021 dari http://www.biologi.lipi.go.id/zoologi/index.php/article-categories/157-ekspedisi-tambora.


Santika, Yessi dan Arief Hidayat. 2017. Keanekaragaman tumbuhan tinggi dan paku-pakuan di Gunung Tambora, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat: 200 Tahun Setelah Letusan  dan Potensinya. Jakarta-Bogor : Herbarium Bogoriense, Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

 


Share
Tweet
Pin
Share
1 comments

Ilustrasi wanita yang merayakan me time (Foto oleh Andrea Piacquadio dari Pexels)

Tiga minggu, waktu yang gue pakai cuma buat makan, kerja, nonton, tidur.

Diwaktu lainnya, ini adalah bulan kedua gue tidak menjejakan kaki keluar dari peta hidup gue yang hanya selalu soal rumah, kantor, rumah, kantor. Gitu saja terus, sampai penat gue sudah di puncak kepala.

Dan batasnya, ada di minggu kemarin, gue merindukan waktu me time untuk diri gue sendiri

Meski kamar dan selimut terlihat memanggil-manggil untuk kembali meringkuk. Tapi janji pada diri sendiri harus tetap ditepati. Right?

Gue mengepak barang yang gue perlukan. Sebotol air minum, sebungkus Nextar rasa nanas yang selalu jadi snack favorit gue, dan sebuah buku sebagai bahan bacaan nantinya.

Gue berangkat tepat saat matahari mulai meninggi.

Waktu dan Alasan Untuk Me Time

Sebenarnya moment me time atau waktu untuk diri sendiri, nggak selalu terjadi ketika lagi banyak pikiran atau lagi ada masalah. Kadang ketika lagi bahagia-bahagianya, gue bisa memutuskan untuk menepi dan merayakannya seorang diri.

Justru ketika lagi banyak pikiran gue lebih sering banyak diam, dan jalan satu-satunya adalah dengan bercerita. Itulah mengapa kehilangan teman cerita, sangat mempengaruhi hidup gue.

Keputusan buat me time terkadang nggak punya waktu pastinya. Bisa sebulan sekali, sekali dalam tiga bulan, sekali dalam seminggu, atau sekali dalam setahun, atau waktu-waktu lainnya. Random.

Me time, buat gue pribadi sangat-sangat penting. Karna dengan me time gue bisa menyegarkan kembali pikiran. Bisa ngejernihin kembali pikiran yang lagi kusut. Bisa ngelihat masalah dari sisi yang sebelumnya nggak gue pikirkan. Dan bisa bikin tambah bahagia karena gue lakukan buat diri sendiri.

Lagu yang Mewakilkan

Sebagai orang yang ngerasa hidupnya banyak diwakilkan oleh lagu-lagu diluaran sana, Gue bisa merasa sangat bahagia ketika lagu yang gue dengar, mewakilkan apa yang sedang terjadi di hidup gue kala itu.

Nah, untuk urusan Me Time, gue punya dua lagu yang cukup mewakilkan. Yang kedua lagunya dinyanyikan oleh penyanyi favorit gue, Tulus.

Lagu pertama yang mewakilkan keputusan untuk me time adalah lagu Tanggal Merah dari Tulus. Dalam lirik lagunya, tergambar dengan jelas perasaan bahagia saat me time.

Satu hari
Hanya kamu dan dirimu
Menikmati tanah yang kau injak
Memandangi langit yang kau junjung

 

Berjalan terus berjalan, kaki berjalan
Walau tanpa tujuan takkan tersesat
Ini waktumu dengan dirimu, ayo bebaslah

 

Satu hari, cukup hanya kamu dan dirimu. Berjalan kemana pun tanpa tujuan. Dan itu yang selalu gue lakukan. Memacu motor, melewati jalanan, memperhatikan apa saja yang selama ini luput dari pandangan.

Bangunan, manusia, kucing liar, sawah, sekolahan, jalanan aspal, dan lainnya.

Terkadang, gue jadi ketemu tempat baru yang malah jadi tempat favorit gue. Atau buat yang suka kulineran, bisa ketemu warung enak yang masih jarang direkomendasikan orang.

Masih dari daftar lagu Tulus, lagu Ruang Sendiri juga layak didengar saat me time.

Beri aku kesempatan tuk bisa merindukanmu

Jangan datang terus

Beri juga aku ruang bebas dan sendiri

Jangan ada terus

 

Lagu ruang sendiri, ngajarin gue soal betapa pentingnya ruang sendiri meski sudah punya pasangan. Tapi tentunya, hal ini harus dikomunikasikan terlebih dahulu, biar nggak terjadi salah paham dikemudian hari.

Tempat Pilihan Me Time di Sekitar Jalanan Bima

Bicara soal pilihan tempat me time, gue rasa nggak ada satu tempat yang selalu jadi tujuan gue, selalu berubah. Tapi satu yang pasti, gue menghindari tempat-tempat yang ramai pengunjung.

Jadi, Pantai Amahami nggak bakal jadi pilihan tempat gue buat me time di akhir minggu. Kenapa? Karna pengunjungnya ramai banget.

Meski tempat me time gue selalu berubah-ubah, tapi gue punya dua tempat yang gue kunjungi lebih dari sekali. Keduanya punya ciri yang sama, punya kursi berbatu.

Tentu saja saat me time, gue akan lebih banyak duduk dan kursi batu jadi pilihannya.

Kursi Kosong di Sekitar Jalanan Sambinae

Kursi batu di sekitar jalanan sambinae yang cocok untuk me time

Kalau urusan me time, gue rasa Sambinae selalu jadi tempat yang cocok. Gue suka tatanan jalannya dan pohon yang banyak berjejer di sepanjang jalanannya. Terasa lebih rindang. Di tambah, volume kendaraan yang lewat juga masih sedikit.

Kalau pagi, biasa banyak juga yang lari-lari pagi, meski nggak sebanyak yang lari pagi di jalanan kota.

Biasanya gue duduk di situ sambil menikmati penampakan sawah, lanjut baca buku, atau ngamatin pengendara yang lagi lewat. Yang kadang pengendaranya balik ngeliat karna aneh ngeliat perempuan duduk sendiri di kursi kosong pinggir jalan.

Kursi Tepi Laut

Kursi di sekitar jalanan menuju pantai lawata yang kondisinya kini sudah mulai retak (Felicia Latinka)

Nah, kalau jalanan di Sambinae lebih banyak nyuguhin pemandangan sawah dan gunung, kursi batu yang letaknya dekat dengan pantai Lawata, menyuguhkan pemandangan laut yang airnya tenang saat masih pagi.

Sayangnya kondisi kursi yang sudah mulai retak dan miring ke laut membuat gue tak lagi menjadikannya sebagai tempat tujuan untuk me time.

Gue kembali mengarahkan motor melewati jalanan kota.

Akan kemanakah selanjutnya? gue pun masih nggak tahu, akan berhenti di tempat yang mana, yang jelas gue terus berjalan.

 

 

Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

About me

 


Hai. Saya Felicia Latinka. Bisa disapa dengan Feli. Lahir dan besar di kota kecil bernama Bima. Pernah merantau lalu akhirnya kembali pulang. Suka baca dan nonton drama korea. Kalau ada waktu luang suka jalan sendirian.

Follow Us

  • facebook
  • twitter
  • instagram

recent posts

Postingan Populer

  • Pantai Lariti : Laut Terbelah Versi Masa Kini
    Pantai Lariti : Laut Terbelah Versi Masa Kini
  • Menikmati Air Terjun Oi Marai Di Kaki Gunung Tambora
    Menikmati Air Terjun Oi Marai Di Kaki Gunung Tambora
  • Maret : Bulan Refleksi Diri dan Susahnya Mencari Teman
    Maret : Bulan Refleksi Diri dan Susahnya Mencari Teman
  • Pantai Sekoci Kolo dan Cara Sederhana Menikmatinya
    Pantai Sekoci Kolo dan Cara Sederhana Menikmatinya
  • Tentang Si Teman Cerita
    Tentang Si Teman Cerita
  • First Date Di Akhir September Yang Berakhir Gagal Dan Beberapa Alasannya
    First Date Di Akhir September Yang Berakhir Gagal Dan Beberapa Alasannya
  • Me Time Sederhana di Jalanan Sambinae
    Me Time Sederhana di Jalanan Sambinae
  • Awal Mula Perjalanan
    Awal Mula Perjalanan
  • Menikmati Dua Sisi Bima dari Puncak Jatiwangi
    Menikmati Dua Sisi Bima dari Puncak Jatiwangi

Part of

Blogger Perempuan

Categories

  • About
  • BPN 30 Day Ramadan Blog Challenge 2022
  • Home
  • Random
  • Travelling

Blog Archive

  • April 2022 (1)
  • Oktober 2021 (1)
  • Agustus 2021 (2)
  • Juli 2021 (2)
  • Juni 2021 (1)
  • Mei 2021 (1)
  • April 2021 (1)
  • Februari 2021 (1)
  • Januari 2021 (1)
  • Desember 2020 (1)
  • November 2020 (4)
  • Oktober 2020 (1)
  • September 2020 (1)
Diberdayakan oleh Blogger.

Created with by ThemeXpose